Saya seorang
istri,
tinggal bersama suami dan empat anak. Belakangan ini, orang tua saya
yang sudah lanjut usia menginginkan saya pulang untuk menemani mereka di kampung. Sementara suami
tidak berkenan. Si
apa yang harus saya utamakan?
Jawaban:
Kehidupan rumah tanggal
yang bahagia d
apat terwujud dengan saling memberikan dan menunaikan hak-hak masing-masing anggota keluarga. Sang
istri memiliki hak
yang wajib ditunaikan sang suami, demikian juga sebaliknya. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan dan menegaskan kewajiban wanita dalam menunaikan hak suami dalam sabda Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
”Seandainya aku akan memerintahkan seorang untuk bersujud kepada selain Allah, tentulah aku perintahkan wanita bersujud kepada suaminya. Demi (Allah) Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidaklah seorang wanita menunaikan hak Rabb-nya sampai dia telah menunaikan hak suaminya. Walaupun suaminya meminta dirinya (berhubungan suami istri) di atas pelana onta, ia tidak boleh menolaknya.” (HR. Ibnu Majah dalam kitab as-Sunan No. 1843. Lihat ash-Shahihah No. 1203)
Syaikh al-Albani dalam Adabuz Zifaf menjelaskan tentang hadits ini dengan menyatakan, ‘Pengertiannya adalah anjuran kepada kaum wanita untuk menaati
suaminya, ia
tidak boleh menolak (ajakan suami) dalam keadaan seperti itu, lalu bagaimana dalam kondisi
yang lainnya? (Tentu ia lebih patut menaati suami).’
Ketika menjelaskan hadits di atas, penulis Tuhfatul Ahwadzi mengatakan, ‘Demikian itu dikarenakan banyaknya hak suami
yang wajib dipenuhi oleh istri dan
tidak mampunya
istri untuk membalas kebaikan
suaminya. Dalam hadits ini terdapat ungk
apan hiperbolis menunjukkan wajibnya
istri untuk menunaikan hak
suaminya karena
tidak diperbolehkan bersujud kepada selain Allah
Subhanahu wa Ta’ala.’
Berdasarkan hadits di atas, maka seorang
istri berkewajiban mendahulukan hak suami daripada oarng tuanya, jika
tidak mungkin untuk menyelaraskan (menyatukan) dua hal ini. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, ‘Seorang perempuan jika telah menikah, maka suami lebih berhak terhadap dirinya dibandingkan kedua orang tuanya dan menaati suami itu lebih wajib dari pada taat orang tua.’ (
Majmu’ Fatawa, 32/261)
Di halaman
yang lain, beliau mengatakan, ‘Seorang
istri tidak boleh keluar dari rumah kecuali dengan izin suami meski diperintahkan oleh bapak atau ibunya,
apalagi orang selain mereka berdua.
Hukum ini adalah suatu yang telah disepakati oleh para imam. Jika suami ingin berpindah tempat
tinggal dari tempat semula dan dia adalah seorang suami
yang memenuhi tanggung-jawabnya sebagai seorang suami serta menunaikan hak-hak istrinya, lalu orang tua istri melarang anaknya untuk pergi bersama suami padahal suami memerintahkannya untuk turut pindah, maka kewajiban
istri adalah menaati suami, bukan menaati orang tuanya. Orang tua dalam hal ini dalam kondisi zhalim. Orang tua
tidak boleh melarang anak perempuannya untuk menaati suami dalam masalah-masalah semacam ini’ (
Majmu Fatawa: 32/263)
Mencermati pertanyaan Saudari dalam hal ini, maka perintah dan ketaatan kepada suami lebih didahulukan dari permintaan orang tua. Namun, permasalahan kepentingan orang tua yang sudah lanjut usia dengan kepentingan suami yang berharap Saudari berada di sampingnya merupakan perkara
yang mungkin dikompromikan dan
tidak harus dipertentangkan. Coba mengadakan komunikasi dengan suami dan orang tua untuk mencari solusinya.
Titik komprominya bisa dilihat kepada teladan
yang ada, di antara contohnya:
1. Bila orang tua tidak memiliki anak kecuali Saudari sehingga bila saudari
tidak mengurusnya maka orang tua tersebut terlantar, maka diminta orang tua
tinggal di rumah suami, dengna persetujuan suami tentunya.
2. Bila orang tuanya memiliki anak selain Saudari, bisa memintanya merawat dan mengurus orang tua dengan cara Saudari dan suami menanggung biaya kebutuhan hidupnya (saudara
yang menangani orang tua), Atau solusi-solusi lainnya sesuai dengan kondisi dan keadaan dengan memperhatikan kemaslahatan bagi banyak pihak.
Perlu diketahui juga oleh sang suami bahwa kebahagiaan rumah tangganya sangat tergantung juga dengan kebahagiaan sang istri. Membantu mertua merupakan salah satu upaya membahagiakan
istri yang akan berdampak positif terhadap keutuhan dan kebahagiaan rumah tangganya. Apalagi sejak pertama, akad pernikahan sudah mengikat dua keluarga besar dalam ikatan keluarga dan persaudaraan. Berbuat baik kepada mertua dan sikap sedikit banyak mengalah untuk kepentingannya yang bersifat baik dan positif merupakan satu amalan shalih
yang bisa menjadi sebab kemudahan rezeki dan hidup bagi kita. Hal ini d
apat ditinjau dari sisi mertua sebagai seorang Muslim dan membahagiakan seorang Muslim menurut syariat adalah termasuk ibadah dan amal shalih. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Termasuk amalan paling utama, menciptakan kegembiraan bagi seorang Muslim: dengan cara membayarkan hutangnya, memenuhi kebutuhannya dan menyelesaikan kesulitannya.” (Ash-Shahihah: no. 2291)
Selain itu, akan timbul efek positif dari perbuatan tersebut pada sikap istri dan keluarganya kepada suami, di samping kebaikan-kebaikan lainnya
yang muncul sebagai pengaruh positif dari perhatian suami kepada keluarga istrinya. Sikap baik suami ini terhadap
istri dan keluarganya juga merupakan salah satu bentuk nyata dari ketakwaan kepada Allah dan ketakwaan kepada Allah akan menjadi sebab datangnya kemudahan bagi seluruh urusan kita dan juga kemudahan rezeki. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. At-Thalaq: 2-3)
Dalam ayat selanjutnya, Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. At-Thalaq: 4)
Si
apakah
yang tidak mengharapkan hal ini? Oleh karena itu, hendaknya suami memberikan perhatian dan kemudahan kepada
istri untuk melakukan kebaikan dan baktinya kepada kedua orang tuanya, sehingga mudah-mudahan dengan adanya kerjasama dan saling pengertian tersebut akan terbentuk satu keluarga
yang penuh dengan sakinah, mawaddah dan rahmah. Semoga Allah
Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemudahan bagi Saudari dalam menyelesaikan segala urusan. Demikian jawaban kami mudah-mudahan bermanfaat.
Sumber: Majalah As-Sunnah, Edisi 06 Tahun XIV 1431 H/2010 M. (
Dipublikasikan ulang oleh www.KonsultasiSyariah.com)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
KonsultasiSyariah.com adalah situs rujukan untuk Fatwa dan Tanya Jawab seputar Pendidikan Islam dan Keluarga berbahasa Indonesia. KonsultasiSyariah.com diasuh oleh tim ahli syariah. Silakan lihat halaman "Tentang Kami" untuk info selengkapnya.